Adat Istiadat Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi-Banten Kidul



Sejak ratusan tahun silam, masyarakat Banten Kidul masih memegang teguh tradisi warisan nenek moyang. Lokasi pusat kesatuan Adat Banten Kidul ini terletak pada lokasi terpencil di lereng Gunung Halimun yang berketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut. Seperti apa tradisi masyarakat yang baru saja ditinggal ‘mangkat’ Abah Anom, pimpinannya.

Dalam bahasa Sunda, kata kasepuhan mengacu pada golongan masyarakat yang masih hidup dan bertingkah-laku sesuai dengan aturan adat istiadat lama. Masyarakat Kampung Ciptagelar menyebut diri sebagai kaum Kasepuhan Pancer Pangawinan, serta merasa kelompoknya sebagai keturunan Prabu Siliwangi

Menurut cendikiawan Sunda, Prof. Kusnaka Adimiharja, nama Pancer Pangawinan, berasal dari kata pancer yang bearti asal-usul atau sumber. Sementara kata pangawinan berasal dari kata ngawin, yang artinya "membawa tombak saat upacara perkawinan". Tetapi, kata "pangawinan" dalam konteks ini, mungkin bersangkut paut dengan "bareusan pangawinan", barisan tombak, pasukan khusus Kerajaan Sunda yang bersenjata tombak.




Kampung Ciptagelar sebagai pusat tradisi masyakat Banten Kidul terletak + 30 km dari Pelabuhan Ratu Sukabumi, atau terletak di dalam kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun bagian selatan. kampung Ciptarasa yang berjarak + 14 kilometer. Kampung ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama tujuh jam atau menggunakan kendaraan gunung bergardan ganda.

Daerah yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun ini berudara dingin dan sering kali diselimuti kabut. Ciptagelar merupakan daerah cekungan, dikelilingi Gunung Surandil, Gunung Karancang, dan Gunung Kendeng. Kehidupan masyarakat Ciptagelar, merupakan sebuah gambaran masyarakat yang masih memegang tradisi dari leluhur. Hal ini terlihat dari aturan adat mengenai penggunaan bahan bangunan untuk rumah yang hanya boleh beratapkan ijuk.

Ciptagelar merupakan kampung dari keseluruhan kesatuan adat yang berada di Banten Kidul (Selatan). Sejak 25 tahun silam, Kesatuan Adat ini dipimpin Abah Anom atau Encup Sucipta. Abah Anom jadi sesepuh girang dalam usia yang masih sangat muda, 15 tahun. Oleh karena itulah ia dipanggil Abah Anom (bahasa Indonesia: muda). Jabatan Abah Anom sebagai pimpinan merupakan struktur tertinggi dalam pemerintahan Adat Banten Kidul yang dibantu oleh Baris Kolot (Tetua) dan para jaro (lurah/kepala desa).


Tradisi Masyarakat

Keunikan dari masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah tradisi perpindahan kampung yang sudah berlangsung lama. Kepastian berpindah lokasi ini cukup unik. Yakni harus berasal dari wangsit yang diterima pimpinannya dari karuhun (leluhur). Selama dipimpin Abah Anom, komunitas adat Banten Kidul telah mengalami perpindahan pusat pemukiman yang semula di Kampung Ciptarasa, ke Ciptagelar.

Sebagai sosok pemimpin Kasepuhan, Abah Anom tak kuasa menolak wangsit (perintah leluhur) yang memerintahkan dirinya pindah ke Ciptagelar. Oleh karena itu, Juli 2001, Abah Anom bersama belasan baris kolot (pembantu sesepuh girang) menjalankan wangsit tersebut. Beberapa rumah baris kolot beserta seluruh isinya ikut dibawa pindah.

Lokasi baru tempat tinggal Abah Anom beserta baris kolot-nya bukan daerah yang baru dibuka. Daerah itu awalnya bernama Sukamulya. Namun Apalagi, tadinya hutan belantara. Abah Anom pindah ke tempat yang telah ada penduduknya dan kampungnya bernama Sukamulya. Abah Anom kemudian menggantinya menjadi Ciptagelar. Namun, menuju daerah ini harus melewati hutan belantara yang belum tersentuh tangan manusia. Sehingga sarana transportasi, Abah Anom beserta rakyatnya membuat jalan yang menghubungkan Ciptagelar dengan daerah lain. Dan perpindahan kampung ini bisa berlangsung terus selama masih ada perintah leluhur untuk pindah ke tempat lain.


Upacara Adat

Masyarakat Adat Ciptagelar memiliki tradisi adat yang dilaksanakan setiap tahunnya. Upacara adat “seren taun” ini berupa rasa syukur atas keberhasilan panen setiap tahunnya. Kehidupan masyarakat Ciptagelarmemang tidak terlepas dari peranan pertanian sebagai tradisi inti yang tidak boleh dirubah dan harus dipegang teguh. Sebagai gambaran musim tanam padi, mereka hanya boleh menanam satu kali dalam satu tahun musim tanam.

Dalam rangkaian acara seren taun itu, kaum pria kampung adat itu terlihat mengenakan pakaian serba hitam dilengkapi penutup kepala hitam, yang merupakan pakaian adat kasepuhan tersebut. Kaum perempuan adat di daerah itu mengenakan pakaian kebaya dipadu dengan kain panjang.

Beragam pertunjukan kesenian tradisional dipentaskan di lapangan sejak Sabtu sore hingga Minggu dini hari. Beberapa seniman angklung dog-dog lojor berkeliling dari rumah ke rumah sambil memainkan kesenian itu. Selain itu, di sejumlah panggung pertunjukan digelar beragam kesenian tradisional semalam suntuk, mulai dari calung, seni jipeng, jaipong, hingga pertunjukan wayang golek.

Intisari :
Di daerah sukabumi yang bernama ciptagelar yang terletak + 30 km dari Pelabuhan Ratu Sukabumi, atau terletak di dalam kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun bagian selatan. kampung Ciptarasa yang berjarak + 14 kilometer masih memiliki adat istiadat yang sangat kental. Yaitu setiap tahunnya dilakukan upacara adat “seren taun” berupa rasa syukur atas keberhasilan panen setiap tahunnya,kaum pria kampung adat itu mengenakan pakaian serba hitam dilengkapi penutup kepala hitam,sedangkan kaum perempuan mengenakan pakain kebaya dipadu dengan kain panjang.beragam pertunjukan kesenian tradisional dipentaskan dilapangan selama semalam suntuk mulai dari calung,seni jipeng , jaipong, hingga pertunjukan wayang golek. Keunikan dari masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah tradisi perpindahan kampung yang sudah berlangsung lama. Kepastian berpindah lokasi ini cukup unik. Yakni harus berasal dari wangsit yang diterima pimpinannya dari karuhun (leluhur). Selama dipimpin Abah Anom, komunitas adat Banten Kidul telah mengalami perpindahan pusat pemukiman yang semula di Kampung Ciptarasa, ke Ciptagelar.

Sumber : http://ekorisanto.blogspot.com/2009/07/adat-istiadat-masyarakat-kasepuhan.html